Jumat, 16 November 2012

Dampak NEGATIF Amandemen UUD 19945


Amandemen UUD 45 Juga Beri Dampak Negatif


CIREBON - Ketua Rois Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sahal Machfud, mengatakan amandemen UUD 1945 ketika era reformasi 1998 tidak hanya memberikan dampak yang positif bagi kehidupan berbangsa dan negara, namun juga memberikan dampak yang negatif.
Menurutnya dampak negatif akibat dari amandemen UUD 1945 yang dilakukan secara terburu-buru mengakibatkan munculnya peraturan perundang-undangan yang menyengsarakan rakyat.
"Ketika amandemen UUD 1945 dilakukan dengan tergesa-gesa dan kurang cermat, akibatnya antara lain lahirnya aturan perundang-undangan yang merugikan rakyat, bangsa dan negara," kata Sahal, ketika menyakpaikan sambutannya dalam pembukaan acara Munas dan Konbes PBNU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (15/9/2012).
Sahal mengatakan akibat lain dari munculnya kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan tanpa persiapan sosial  yang matang, sehingga mengganggu keberadaan Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Akibatnya, muncul konflik yang berkepanjangan di banyak daerah. Lemahnya kendali pemerintah pusat terhadap sektor-sektor strategis di daerah, telah membuat negara kesatuan ini semakin berjalan ke arah sistem semi federal," tuturnya.
Selain itu, sambung Sahal, sistem pemilihan langsung kepala daerah melalui Pemilukada tanpa melalui persiapan matang juga menimbulkan konflik horizontal. Sahal mengatakan sistem ini berimplikasi pada penggunaan politik uang atau money politik yang sangat meracuni moralitas bangsa.
"Hal itu juga tidak sesuai dengan demokrasi Pancasila yang menekankan pada sistem permusyawaratan dan perwakilan, bukan pada sistem one man one vote," imbuhnya.
Lebih lanjut, Sahal menambahkan gangguan-gangguan yang dialami Indonesia ini, merupakan ancaman bagi NU itu sendiri. "Sebaliknya, apabila Indonesia aman dan tenteram, NU juga merasa aman dan tentram," tegasnya



Amandemen UUD 1945 Hancurkan Pancasila

[SURABAYA]  Rais Syuriah PBNU KHA Hasyim Muzadi menilai amandemen UUD 1945 yang sudah empat kali dilakukan tanpa konsep telah menghancurkan Pancasila.

"Memang benar Pembukaan UUD 1945 tidak diamandemen, tapi materi amandemen batang tubuh UUD 1945 yang menyentuh sendi-sendi operasional justru menghancurkan Pancasila," katanya di Surabaya, Sabtu (8/9).

Tokoh NU asal Malang, Jatim itu mengemukakan hal itu saat berbicara dalam seminar pra-Munas Alim Ulama dan Konbes NU yang digelar PBNU di Surabaya, sekaligus Halalbihalal PWNU Jatim dengan PCNU se-Jatim.

Dalam seminar bertema kebudayaan yang juga ditandai dengan peluncuran Induk Koperasi "Mabadiku Bintang Sembilan" yang berpusat di PWNU Jatim itu, ia menjelaskan kehancuran Pancasila itu membuat politik, ekonomi, dan budaya pun "bocor".

"Ukuran untuk menilai apakah Indonesia itu stabil atau hancur adalah Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjadi Keuangan Yang Maha Kuasa, karena semua aspek kehidupan dibisniskan, politik pun transaksional," katanya.

Menurut pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam di Malang dan Depok itu, sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab telah menjadi bentrok, separatisme, konflik, tawuran, dan kerusuhan dimana-mana.

"Hal itu membuat sila Persatuan Indonesia pun berantakan, karena ukhuwah (persaudaraan) tidak ada," kata mantan Ketua PWNU Jatim yang juga mantan Ketua Umum PBNU itu.

Di hadapan pengurus NU dan ulama NU se-Jatim itu, ia mengatakan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmad Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan juga hancur, karena hikmad kebijaksanaan tidak ada dalam pemimpin dan lembaga perwakilan juga sudah tidak merepresentasikan aspirasi rakyat.

"Baik esekutif maupun legislatif, semuanya sudah mementingkan pribadi dan kelompoknya, bukan mementingkan rakyat lagi. Buktinya, korupsi menjalar dimana-mana dan berpindah-pindah parpol juga sudah biasa, karena politisi tidak punya prinsip lagi," katanya.

Semua yang terjadi itu, katanya, menjadikan sila Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia pun hanya menjadi mimpi dan bukan cita-cita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lagi.

"Penyebab hancurnya Pancasila itu ada tiga faktor yakni sistem, leadership, dan partisipasi masyarakat. Sistem politik, ekonomi, dan budaya sudah 'bocor' semua," katanya.

Misalnya, Pasal 33 UUD 1945 bahwa sumber daya alam dikuasai negara untuk memakmurkan masyarakat sudah bukan lagi ekonomi di tangan penguasa untuk dikembalikan kepada rakyat, tapi ekonomi sudah di tangan pengusaha.

"Itu pun tidak didukung kepemimpinan yang berani, sehingga intervensi asing pun merajalela, bahkan amandemen UUD 1945 juga 'bocor' akibat intervensi asing juga," katanya.

Sementara itu, aspirasi masyarakat juga sulit diwakili, karena para wakil rakyat di parlemen tidak memiliki standar kompetensi yang memadai, namun semuanya diukur dengan suara terbanyak dan voting.

"Harapan bangsa dan negara ini tinggal kepada NU yang selalu tampil saat negara di ambang kehancuran sejak zaman penjajahan, merdeka, PKI, dan pembangunan, karena itu kita harus merawat dan menyelamatkan NU agar bangsa dan negara ini juga selamat," katanya.

Dalam seminar pra-Munas Alim Ulama dan Konbes NU dengan pembicara antara lain Rektor IAIN Prof Abu A'la, Guru Besar Ilmu Komunikasi UI Prof Sasa Djuarsa, praktisi media massa Ishadi SK, dan Wakil Ketua Umum PBNU HM As'ad Ali itu terungkap harapan kepada NU untuk "meluruskan" pemerintah yang tidak bisa menghentikan liberalisme di segala bidang. 

Tidak ada komentar: