Kamis, 08 November 2012

PEMIKIRAN DALAM PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS


BAB I
PENDAHULUAN


  1. A.    LATAR BELAKANG MASALAH


NCSS (2000) dalam mengembangkan kompetensi standar untuk social studies di Amerika menggolongkan menjadi kompetensi standar tematik dan bidang keilmuan. Dalam standar tematik dikembangkan kompetensi untuk peningkatan pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai, sikap, keterampilan sosial dan kewarganegaraan.
Berkkaitan dengan tema-tema seperti: budaya, keragamannya, waktu, kontinuitas, perubahan manusia, lingkungan, identitas,  individu, kelompok, dan pranata sosial.

a.       Kekuasaan, kewenangan, dan pemerintahan.
b.      Produksi, Distribusi, dan Konsumsi lalu Sains, Teknologi, dan Masyarakat.
c.       Hubungan Global serta cita-cita dan Praktik Kewarganegaraan.
d.      Dalam standar penguasaan Keilmuan, Sikap, Nilai-Nilai, dan Keterampilan Sosial yang sesuai dengan bidang Keilmuan Sejarah, Geografi, Civics dan Pemerintahan, Ekonomi, dan Psikologi.

Sesungguhnya tidak ada kesepakatan di antara para ahli dan praktisi pendidikan IPS tentang materi apa dan bagaimana mengajarkannya dalam pembelajaran IPS.
 Namun demikian, semua sepakat bahwa IPS mestilah dapat berkontribusi pada pembentukan warga masyarakat dan warga negara yang baik yang dicirikan oleh pemilikan pengetahuan, komitman, keterampilan dan partisipasi sosial dalam mengambil keputusan masalah-masalah sosial baik di tingkat lokal, daerah, nasional, maupun global secara cerdas dan bertanggung jawab.

  1. B.     TUJUAN PENULIS

Adapun tujuan Penulis dalam pembuatan Makalah ini adalah untuk :


1.      Inggin mengetahui perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial
2.      Seberapaa pentingnya Perkembangan Sosial dalam Pendidikan
3.      Pembaharuan dan pembelajaran IPS sebagai Kopetensi
4.      Pendekatan Guru dalam perkembangan IPS
5.      Keikutsertaan Siswa dalam perkembagan Ilmu Pengetahuan Sosial
  

BAB II
BEBERAPA PEMIKIRAN DALAM PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS

  1. A.    PEMBAHARUAN DALAM PEMBELAJARAN IPS BERBASIS KOMPETENSI


Remy (1980) menjelaskan bahwa kompetensi dasar dalam IPS itu hendaklah memiliki :
1.      Karakteristik bersifat Esensial dan terbatas
2.      Universal dalam kepentingan tugas-tugas kemasyarakatan dan   kewarganegaraan.
3.     Bersifat Generik, dalam arti dapat diaplikasikan dalam berbagai ranah kehidupan di mana individu melatih kewarganegaraannya.
4.      Secara Kontinu pada semua level pendidikan berbasis pada nilai-nilai tertinggi yang dijunjung tiap-tiap individu sebagai warga Negara; dan merupakan nilai bagi masyarakat untuk melestarikan kebudayaan dan mengembangkan dirinya.

Ada tujuh kompetensi  dasar yang layak dikembangkan dalam IPS, yakni: memperoleh dan menggunakan Informasi, menilai keterlibatan, membuat keputusan dan pertimbangan, berkomunikasi, bekerja sama, dan memajukan kepentingan-kepentingan bersama.


Wahab (2002),  menjelaskan bahwa Social Studies itu haruslah dapat mencapai tujuan dalam mengembangkan kompetensi warga Negara untuk memiliki pengetahuan tentang pengalaman manusia di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
Kurikulum IPS berbasis kompetensi mengembangkan kompetensinya dari visi. IPS sebagai mata pelajaran terpadu ilmu-ilmu sosial yang mencakup Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, Politik, Hukum dan Psikologi yang diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan.
Nilai-Nilai, Sikap dan Keterampilan Sosial serta Kewarganegaraan untuk memahami dan menciptakan hubungan yang Harmonis antara manusia dan lingkunganny yang digunakan untuk mewujudkan tujuan seperti di atas lebih dilihat dari penguasaan konsep, peristiwa, dan generalisasi bidang keilmuan dari pada melihatnya dalam tema-tema isu sosial yang Integratif sehingga dapat mengembangkan kemampuan, kepribadian, dan tindakan yang utuh, Integratif, dan Komprehensif.
 Tidak mengherankan jika dalam pengembangan kompetensi dasar dan keilmuan dan indikatornya yang digunakan untuk penguasaan ruang lingkup IPS ke dalam lima bidangnya yaitu : Budaya, Manusia, Tempat, dan Lingkungan, perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan, Waktu, Keberlanjutan, Perubahan, Sistem berbangsa dan ber-Negara tetap seperti kurikulum sebelumnya (1975, 1986, 1994).
Sangat Strik menekankan kemampuan mendeskripsikan Konsep, Peristiwa, dan Generalisasi bidang keilmuan pendukungnya. Sebagai contoh pengembangan hubungan antara standar kompetensi mata pelajaran dengan Kompetensi dasar tiap Aspek Pembelajaran Keilmuan, Indikator, dan Materi Pokoknya.



A.    PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN IPS OLEH GURU

            Dalam dokumen kebijakan umum (Depdiknas, 2001) dijelaskan bahwa salah satu prinsip pengembangan dan penerapan adalah berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.
Prinsip ini merupakan aplikasi pandangan Konstruktivisme dalam pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Karena itu, penerapan pendekatan konstruktivisme ini tampaknya perlu dikuasai oleh Guru dan praktisi pendidikan di Daerah yang akan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik Daerah, Sekolah, Kelas, dan Kebutuhan Siswa masing-masing.
Prinsip-prinsip berikut perlu diperhatikan oleh Guru dalam pengembangan dan pelaksanaan IPS di Sekolah yaitu:
1.      Pengetahuan Sosial dibangun siswa secara aktif
2.      Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa
3.      Mengajar adalah membantu siswa belajar
4.      Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses
5.      Bukan pada hasil akhir semata, kurikulum menenkankan partisipasi siswa, dan Guru adalah fasilitator (Suparno, 1997).

Dalam pengembangan Kurikulum IPS oleh Guru dalam bentuk silabus, Guru perlu bekerja sama dengan ahli bidang studi dan pendidikan atau ahli pendidikan bidang studi dan seluruh kelompok guru IPS dalam menginterpretasi makna, ruang lingkup, dan tujuan IPS; mengenali sumber-sumber belajar yang dapat dikembangkan di Sekolah atau di suatu daerah tertentu yang dapat digunakan bersama mengenali muatan materi lokal yang dapat diintegrasikan dalam IPS; dan mengenali latar belakang, karakteristik, minat, dan kebutuhan Siswa. Kerja sama ini dengan didukung oleh semua unsur terkait seperti Dinas Propinsi, Dinas Kabupaten, Komite Sekolah, Kepala Sekolah, dan LPTK, dapat digunakan untuk pengembangan Silabus, pengembangan sumber dan media pembelajaran, pengembangan strategi belajar dan pembelajaran IPS, serta pengembangan teknik dan instrumen penilaian. 
Guru dan siswa, selanjutnya, bersama dengan pakar pendidikan bidang studi dengan masih didukung oleh seluruh unsur terkait membuat komitmen bersama untuk melaksanakan dan melakukan uji coba kurikulum yang telah dikembangkan ke dalam proses pembelajaran IPS di kelas. Dalam hal ini pendekatan pembelajaran kontruktivisme sosial dapat dijadikan landasan pengembangan pembelajaran, baik dalam belajar pengetahuan sosial yang lebih bersifat teoritis maupun dalam praktik.
Belajar pengetahuan sosial walau sesungguhnya hal ini tidak perlu dibedakan. Pengembangan belajar secar mandiri, partisipastif, dan kooperatif mutlak diperlukan dalam penerapan kurikulum IPS berbasis kompetensi. Ini bukanlah selektif sifatnya, melainkan wajib. Dalam proses pembelajaran IPS.
Prinsip-prinsip pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sosial berikut perlu dilakukan, antara lain:
1.      Perlunya menciptakan situasi yang aktif terkait dengan tujuan-tujuan Siswa.
2.      Memajukan Interaksi Sosial yang berpusat pada Aktivitas Akademis.
3.      Membangkitkan kebutuhan Siswa untuk berkomunikasi dan keinginan untuk berkolaborasi.
4.      Mengembangkan Aktivitas Akademis dalam konteks Moral.
5.      Mendorong penalaran siswa mulai dari apa yang diketahui dan mengajar disesuaikan dengan jenis pengetahuan (Fisik, Logika, dan Sosial) yang ingin dibangun dan dikembangkan.
 (DeVries dan Zan, 1994). Sementara itu dalam praktik belajar pengetahuan sosial mengintegrasikan Model Belajar Mandiri, Partisipatif dan Kooperatif dalam langkah-langkah pembelajaran IPS berbasis kebijakan publik dapat dilakukan, antara lain:
1.      Orientasi kebijakan publik
2.      Mengidentifikasi masalah-masalah sosial di lingkungan sekitar
3.      Menggali informasi dari berbagai sumber belajar
4.      Mengembangkan alternatif kebijakan
5.      Mengusulkan  kebijakan kelas
6.      Mengembangkan rencana tindakan
7.      Mengembangkan portofolio kelas dan dokumentasinya
8.      Presentasi portofolio
9.      Melakukan refleksi pengalaman belajar (Sukadi, 2002, 2003).

Selanjutnya penilaian belajar berbasis konstruktivisme dapat dilakukan dengan pendekatan proses dan hasil belajar. Penilaian terhadap proses belajar dapat dilakukan dengan teknik-teknik dan instrumen seperti observasi dengan pedoman dan catatan peristiwa dan catatan anekdotnya, wawancara dengan pedoman wawancaranya, pemberian kueasioner, pemberian inventori nilai dan skala sikap, daftar bakat dan minat, sosiometri dengan sosiogramnya, dan penilaian proses berbasis portofolio.


C.    PERKEMBANGAN ILMU-ILMU IPS BAGI SISWA

            Hakikat pendidikan ilmu-ilmu sosial dalam IPS dijelaskan bahwa mata pelajaran rumpun ilmu-ilmu sosial dengan menggunakan Dimensi-Dimensi Ruang, Waktu, dan Nilai-Nilai atau Norma dalam mengkaji dan memahami Fenomena Sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan berupaya memberikan pengetahuan dan mengembangkan sikap dan keterampilan sosial siswa untuk dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan kemampuannya untuk beradaptasi sebagai upaya memperjuangkan kelangsungan hidup yang Harmonis, Sejahtera, dan Damai (Depdiknas, 2002).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk pemahaman akan dimensi ruang dalam Ilmu Sosial dimanfaatkanlah Fakta, Konsep, dan Generalisasi dalam Ilmu Geografi dan Ilmu Sejarah.
Kelima prinsip itu adalah belajar dan pembelajaran IPS haruslah bermakna (Meaningful), Integratif, berbasis Nilai-Nilai (Value-Based), menantang (Challenging), dan belajar yang aktif (Learning is active). KBK IPS dapat memenuhi persyaratan pengembangan pembelajaran yang Powerful.
Untuk ini pembelajaran IPS haruslah menekankan pendalaman perkembangan ide-ide penting dalam cakupan topik yang cukup esensial dalam pembelajaran ide-ide penting ini, sehingga mampu meningkatkan pemahaman, apresiasi, dan kemampuan siswa mengaplikasikannya dalam kehidupan.
 Kebermaknaannya akan tergantung pula bagaimana content pelajaran dipelajari oleh siswa dan bagaimana aktivitas siswa dapat ditingkatkan. Untuk ini tidaklah diperlukan materi yang banyak tetapi bersifat artifisial, melainkan cukup yang esensial saja tetapi bermakna.

Belajar IPS berbasis nilai seperti ini menyadarkan siswa akan potensi pembelajaran pada implikasi kebijakan sosial yang dengan demikian melatih siswa berpikir kritis dan membuat keputusan terhadap beberapa isu-isu sosial. Dengan berbasis nilai juga berati bahwa pembelajaran IPS tidaklah harus mengajarkan keyakinan atau pandangan personal, politik, atau sekte tertentu, melainkan dapat menyadarkan siswa pada kompleks dan dilema nilai pada satu isu, mempertimbangkan keuntungan dan biaya yang mungkin terjadi pada individu atau kelompok yang potensial dalam mengambil tindakan, dan mengembangkan pertimbangan yang bernalar, yang konsisten dengan nilai-nilai sosial politik yang demokratis.
Belajar dan pembelajaran IPS akan bersifat menantang apabila siswa terpancing rasa ingin tahunya untuk mencapai tujuan belajar baik secara individual, group, maupun klasikal; guru mencontohkan semangat untuk mencapai tujuan belajar dan berwawasan luas dalam melakukan inkuiri, dan menggunakan strategi pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk menunjukkan kualitas.
 Akhirnya, pembelajaran IPS haruslah dapat membuat siswa belajar aktif di mana terjadi proses berpikir reflektif dalam pengambilan keputusan; siswa mengembangkan pemahaman baru melalui proses konstruksi pengetahuan secara aktif; terjadi wacana yang interaktif yang memfasilitasi pengkonstruksian makna yang diperlukan untuk mengembangkan pemahaman sosial yang penting.


BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Agar pendidikan  IPS tidak menjadi menyesatkan seperti pelaksanaan program pada awalnya, mewujudkan IPS yang  bermakna, Integratif, Berbasis Nilai, Menantang, dan Membuat Siswa Belajar Aktif.
 Kompetensi dalam IPS perlu diinterpretasi dalam keutuhan dan keseluruhan status visi dan misi IPS dalam tardisi sebagai pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Ilmu Sosial, Pendidikan Inquiri Reflektif, Pembelajaran Terpadu, dan Pendidikan Partisipasi Sosial.
Perwujudannya dalam kurikulum, pembelajaran, dan penilaian yang dikembangkan oleh Guru perlu mempertimbangkan penerapan prinsip-prinsip konstruktivisme sosial yang berasumsi bahwa pembangun Pengetahuan Sosial dalam proses belajar IPS yang autentik sesungguhnya adalah siswa itu sendiri.
 Namun, dalam pengembangannya Guru IPS tentu tidak perlu bekerja sendiri. Ia dapat bekerja sama dengan Teman Sejawat, Siswa, Orang Tua Siswa, Pakar Pendidikan Bidang Studi, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dan Pembina dari Dinas Pendidikan Kabupaten dan Propinsi.



B.     PENUTUP

Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah menyampaikan Rahmat, Taufik, Hidayah-nya serta Inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Seiring dengan selesainya penyusunan makalah ini mengucapkan terimakasih kepada pihak yang yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada kepada Bapak Dosen yang telah sabar member pengarahan dan masukan, semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Amin
Harapan, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin…..Allahuma Amin.



Seputih Raman, 19 September 2012



PENULIS




Tidak ada komentar: