BAB I
PENDAHULUAN
- A. LATAR BELAKANG MASALAH
NCSS (2000) dalam mengembangkan kompetensi
standar untuk social studies di
Amerika menggolongkan menjadi kompetensi standar tematik dan bidang keilmuan.
Dalam standar tematik dikembangkan kompetensi untuk peningkatan pengetahuan,
keyakinan, nilai-nilai, sikap, keterampilan sosial dan kewarganegaraan.
Berkkaitan dengan tema-tema seperti: budaya, keragamannya, waktu, kontinuitas, perubahan manusia,
lingkungan, identitas, individu, kelompok, dan pranata sosial.
a. Kekuasaan, kewenangan, dan pemerintahan.
b. Produksi, Distribusi, dan Konsumsi lalu Sains, Teknologi, dan Masyarakat.
c. Hubungan Global serta cita-cita dan
Praktik Kewarganegaraan.
d. Dalam standar penguasaan Keilmuan, Sikap, Nilai-Nilai, dan Keterampilan Sosial yang
sesuai dengan bidang Keilmuan Sejarah, Geografi, Civics dan Pemerintahan,
Ekonomi, dan Psikologi.
Sesungguhnya tidak ada kesepakatan di
antara para ahli dan praktisi pendidikan IPS tentang materi apa dan bagaimana
mengajarkannya dalam pembelajaran IPS.
Namun demikian, semua sepakat bahwa IPS
mestilah dapat berkontribusi pada pembentukan warga masyarakat dan warga negara
yang baik yang dicirikan oleh pemilikan pengetahuan, komitman, keterampilan dan
partisipasi sosial dalam mengambil keputusan masalah-masalah sosial baik di
tingkat lokal, daerah, nasional, maupun global secara cerdas dan bertanggung
jawab.
- B. TUJUAN PENULIS
Adapun tujuan Penulis dalam
pembuatan Makalah ini adalah untuk :
1. Inggin mengetahui perkembangan Ilmu Pengetahuan
Sosial
2. Seberapaa pentingnya Perkembangan Sosial dalam
Pendidikan
3. Pembaharuan dan pembelajaran IPS sebagai
Kopetensi
4. Pendekatan Guru dalam perkembangan IPS
5. Keikutsertaan Siswa dalam perkembagan Ilmu
Pengetahuan Sosial
BAB II
BEBERAPA
PEMIKIRAN DALAM PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN IPS
- A. PEMBAHARUAN DALAM PEMBELAJARAN IPS BERBASIS KOMPETENSI
Remy (1980)
menjelaskan bahwa kompetensi dasar dalam IPS itu hendaklah memiliki :
1. Karakteristik bersifat Esensial dan
terbatas
2. Universal dalam kepentingan tugas-tugas
kemasyarakatan dan kewarganegaraan.
3. Bersifat Generik, dalam arti dapat diaplikasikan dalam berbagai ranah kehidupan
di mana individu melatih kewarganegaraannya.
4. Secara Kontinu pada semua level pendidikan berbasis pada nilai-nilai tertinggi yang dijunjung tiap-tiap individu
sebagai warga Negara; dan merupakan nilai bagi masyarakat untuk melestarikan
kebudayaan dan mengembangkan dirinya.
Ada tujuh kompetensi dasar yang layak dikembangkan dalam IPS,
yakni: memperoleh dan menggunakan Informasi, menilai keterlibatan, membuat
keputusan dan pertimbangan, berkomunikasi, bekerja sama, dan memajukan
kepentingan-kepentingan bersama.
Wahab (2002), menjelaskan bahwa Social Studies itu haruslah dapat mencapai tujuan dalam
mengembangkan kompetensi warga Negara untuk memiliki pengetahuan tentang
pengalaman manusia di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
Kurikulum IPS berbasis kompetensi mengembangkan
kompetensinya dari visi. IPS sebagai mata pelajaran terpadu
ilmu-ilmu sosial yang mencakup Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi,
Politik, Hukum dan Psikologi yang diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan.
Nilai-Nilai, Sikap dan Keterampilan
Sosial serta Kewarganegaraan untuk memahami dan
menciptakan hubungan yang Harmonis antara manusia dan lingkunganny yang digunakan untuk mewujudkan tujuan seperti di atas lebih dilihat dari
penguasaan konsep, peristiwa, dan generalisasi bidang keilmuan dari pada
melihatnya dalam tema-tema isu sosial yang Integratif sehingga dapat
mengembangkan kemampuan, kepribadian, dan tindakan yang utuh, Integratif, dan Komprehensif.
Tidak mengherankan jika dalam pengembangan
kompetensi dasar dan keilmuan dan indikatornya yang digunakan untuk penguasaan
ruang lingkup IPS ke dalam lima bidangnya yaitu : Budaya, Manusia, Tempat, dan Lingkungan, perilaku Ekonomi dan
Kesejahteraan, Waktu, Keberlanjutan, Perubahan, Sistem berbangsa dan ber-Negara tetap seperti
kurikulum sebelumnya (1975, 1986, 1994).
Sangat Strik menekankan kemampuan
mendeskripsikan Konsep, Peristiwa, dan Generalisasi bidang keilmuan
pendukungnya. Sebagai contoh pengembangan hubungan antara standar kompetensi
mata pelajaran dengan Kompetensi dasar tiap Aspek Pembelajaran Keilmuan, Indikator,
dan Materi Pokoknya.
A.
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM
PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN IPS OLEH GURU
Dalam
dokumen kebijakan umum (Depdiknas, 2001) dijelaskan bahwa salah satu prinsip
pengembangan dan penerapan
adalah berpusat pada anak
sebagai pembangun pengetahuan.
Prinsip ini merupakan aplikasi pandangan Konstruktivisme dalam pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Karena itu, penerapan pendekatan
konstruktivisme ini tampaknya perlu dikuasai oleh Guru dan praktisi pendidikan
di Daerah yang akan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan pembelajaran
sesuai dengan karakteristik Daerah, Sekolah, Kelas, dan Kebutuhan Siswa masing-masing.
Prinsip-prinsip berikut perlu diperhatikan
oleh Guru dalam pengembangan dan pelaksanaan IPS di Sekolah yaitu:
1. Pengetahuan Sosial dibangun siswa secara aktif
2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada
siswa
3. Mengajar adalah membantu siswa belajar
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada
proses
5. Bukan pada hasil akhir semata, kurikulum
menenkankan partisipasi siswa, dan Guru adalah fasilitator (Suparno, 1997).
Dalam pengembangan Kurikulum IPS oleh Guru
dalam bentuk silabus, Guru perlu bekerja sama dengan ahli bidang studi dan
pendidikan atau ahli pendidikan bidang studi dan seluruh kelompok guru IPS
dalam menginterpretasi makna, ruang lingkup, dan tujuan IPS; mengenali
sumber-sumber belajar yang dapat dikembangkan di Sekolah atau di suatu daerah
tertentu yang dapat digunakan bersama mengenali muatan materi lokal yang dapat
diintegrasikan dalam IPS; dan mengenali latar belakang, karakteristik, minat,
dan kebutuhan Siswa. Kerja sama ini dengan didukung oleh semua unsur terkait
seperti Dinas Propinsi, Dinas Kabupaten, Komite Sekolah, Kepala Sekolah, dan
LPTK, dapat digunakan untuk pengembangan Silabus, pengembangan sumber dan media
pembelajaran, pengembangan strategi belajar dan pembelajaran IPS, serta
pengembangan teknik dan instrumen penilaian.
Guru dan siswa, selanjutnya, bersama
dengan pakar pendidikan bidang studi dengan masih didukung oleh seluruh unsur
terkait membuat komitmen bersama untuk melaksanakan dan melakukan uji coba
kurikulum yang telah dikembangkan ke dalam proses pembelajaran IPS di kelas.
Dalam hal ini pendekatan pembelajaran kontruktivisme sosial dapat dijadikan
landasan pengembangan pembelajaran, baik dalam belajar pengetahuan sosial yang
lebih bersifat teoritis maupun dalam praktik.
Belajar pengetahuan sosial walau sesungguhnya
hal ini tidak perlu dibedakan. Pengembangan belajar secar mandiri,
partisipastif, dan kooperatif mutlak diperlukan dalam penerapan kurikulum IPS
berbasis kompetensi. Ini bukanlah selektif sifatnya, melainkan wajib. Dalam proses pembelajaran IPS.
Prinsip-prinsip pembelajaran yang
menerapkan pendekatan konstruktivisme sosial berikut perlu dilakukan, antara
lain:
1. Perlunya menciptakan situasi yang aktif
terkait dengan tujuan-tujuan Siswa.
2. Memajukan Interaksi Sosial yang berpusat
pada Aktivitas Akademis.
3. Membangkitkan kebutuhan Siswa untuk
berkomunikasi dan keinginan untuk berkolaborasi.
4. Mengembangkan Aktivitas Akademis dalam
konteks Moral.
5. Mendorong penalaran siswa mulai dari apa
yang diketahui dan mengajar disesuaikan dengan jenis pengetahuan (Fisik, Logika, dan Sosial) yang ingin
dibangun dan dikembangkan.
(DeVries dan Zan, 1994). Sementara itu dalam
praktik belajar pengetahuan sosial mengintegrasikan Model Belajar Mandiri, Partisipatif
dan Kooperatif dalam langkah-langkah pembelajaran IPS berbasis kebijakan publik
dapat dilakukan, antara lain:
1. Orientasi kebijakan publik
2. Mengidentifikasi masalah-masalah sosial di
lingkungan sekitar
3. Menggali informasi dari berbagai sumber
belajar
4. Mengembangkan alternatif kebijakan
5. Mengusulkan kebijakan kelas
6. Mengembangkan rencana tindakan
7. Mengembangkan portofolio kelas dan
dokumentasinya
8. Presentasi portofolio
9. Melakukan refleksi pengalaman belajar
(Sukadi, 2002, 2003).
Selanjutnya penilaian belajar berbasis
konstruktivisme dapat dilakukan dengan pendekatan proses dan hasil belajar.
Penilaian terhadap proses belajar dapat dilakukan dengan teknik-teknik dan
instrumen seperti observasi dengan pedoman dan catatan peristiwa dan catatan
anekdotnya, wawancara dengan pedoman wawancaranya, pemberian kueasioner,
pemberian inventori nilai dan skala sikap, daftar bakat dan minat, sosiometri
dengan sosiogramnya, dan penilaian proses berbasis portofolio.
C.
PERKEMBANGAN ILMU-ILMU IPS BAGI SISWA
Hakikat
pendidikan ilmu-ilmu sosial dalam IPS dijelaskan bahwa mata pelajaran rumpun
ilmu-ilmu sosial dengan menggunakan Dimensi-Dimensi Ruang, Waktu, dan Nilai-Nilai atau Norma dalam mengkaji dan memahami Fenomena Sosial serta kehidupan manusia
secara keseluruhan berupaya memberikan pengetahuan dan mengembangkan sikap dan
keterampilan sosial siswa untuk dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan
kemampuannya untuk beradaptasi sebagai upaya memperjuangkan kelangsungan hidup
yang Harmonis, Sejahtera, dan Damai (Depdiknas, 2002).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk
pemahaman akan dimensi ruang dalam Ilmu Sosial dimanfaatkanlah Fakta, Konsep,
dan Generalisasi dalam Ilmu Geografi
dan Ilmu Sejarah.
Kelima prinsip itu adalah belajar dan
pembelajaran IPS haruslah bermakna (Meaningful),
Integratif, berbasis Nilai-Nilai (Value-Based),
menantang (Challenging), dan belajar
yang aktif (Learning is active). KBK
IPS dapat memenuhi persyaratan pengembangan pembelajaran yang Powerful.
Untuk ini pembelajaran IPS haruslah menekankan
pendalaman perkembangan ide-ide penting dalam cakupan topik yang cukup esensial
dalam pembelajaran ide-ide penting ini, sehingga mampu meningkatkan pemahaman,
apresiasi, dan kemampuan siswa mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Kebermaknaannya akan tergantung pula bagaimana
content pelajaran dipelajari oleh
siswa dan bagaimana aktivitas siswa dapat ditingkatkan. Untuk ini tidaklah
diperlukan materi yang banyak tetapi bersifat artifisial, melainkan cukup yang
esensial saja tetapi bermakna.
Belajar IPS berbasis nilai seperti ini
menyadarkan siswa akan potensi pembelajaran pada implikasi kebijakan sosial
yang dengan demikian melatih siswa berpikir kritis dan membuat keputusan
terhadap beberapa isu-isu sosial. Dengan berbasis nilai juga berati bahwa pembelajaran
IPS tidaklah harus mengajarkan keyakinan atau pandangan personal, politik, atau
sekte tertentu, melainkan dapat menyadarkan siswa pada kompleks dan dilema
nilai pada satu isu, mempertimbangkan keuntungan dan biaya yang mungkin terjadi
pada individu atau kelompok yang potensial dalam mengambil tindakan, dan
mengembangkan pertimbangan yang bernalar, yang konsisten dengan nilai-nilai
sosial politik yang demokratis.
Belajar dan pembelajaran IPS akan bersifat
menantang apabila siswa terpancing rasa ingin tahunya untuk mencapai tujuan
belajar baik secara individual, group, maupun klasikal; guru mencontohkan
semangat untuk mencapai tujuan belajar dan berwawasan luas dalam melakukan
inkuiri, dan menggunakan strategi pembelajaran yang dapat memotivasi siswa
untuk menunjukkan kualitas.
Akhirnya, pembelajaran IPS haruslah dapat membuat siswa belajar aktif
di mana terjadi proses berpikir reflektif dalam pengambilan keputusan; siswa
mengembangkan pemahaman baru melalui proses konstruksi pengetahuan secara aktif;
terjadi wacana yang interaktif yang memfasilitasi pengkonstruksian makna yang
diperlukan untuk mengembangkan pemahaman sosial yang penting.
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Agar pendidikan IPS tidak menjadi menyesatkan seperti pelaksanaan
program pada awalnya, mewujudkan IPS
yang bermakna, Integratif, Berbasis Nilai, Menantang,
dan Membuat Siswa Belajar Aktif.
Kompetensi
dalam IPS perlu diinterpretasi
dalam keutuhan dan keseluruhan status visi dan misi IPS dalam tardisi sebagai
pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Ilmu Sosial, Pendidikan Inquiri
Reflektif, Pembelajaran Terpadu, dan Pendidikan Partisipasi Sosial.
Perwujudannya dalam kurikulum,
pembelajaran, dan penilaian yang dikembangkan oleh Guru perlu mempertimbangkan
penerapan prinsip-prinsip konstruktivisme sosial yang berasumsi bahwa pembangun
Pengetahuan Sosial dalam proses belajar IPS yang autentik sesungguhnya adalah
siswa itu sendiri.
Namun, dalam pengembangannya Guru IPS tentu
tidak perlu bekerja sendiri. Ia dapat bekerja sama dengan Teman Sejawat, Siswa,
Orang Tua Siswa, Pakar Pendidikan Bidang Studi, Kepala Sekolah, Komite Sekolah,
dan Pembina dari Dinas Pendidikan Kabupaten dan Propinsi.
B.
PENUTUP
Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Allah
SWT, yang telah menyampaikan Rahmat, Taufik, Hidayah-nya serta Inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Seiring dengan selesainya penyusunan makalah
ini mengucapkan terimakasih kepada pihak yang yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, terutama kepada kepada Bapak Dosen yang telah sabar
member pengarahan dan masukan, semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Amin
Harapan, semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin…..Allahuma Amin.
Seputih Raman, 19 September 2012
PENULIS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar